Sabtu, 17 Januari 2009

Nirmana

Pengertian Nirmana Dalam Konsep Desain 

Nirmana adalah pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual seperti titik, garis, warna, ruang dan tekstur menjadi satu kesatuan yang harmonis. Nirmana dapat juga diartikan sebagai hasil angan-angan dalam bentuk dwimatra, trimatra yang harus mempunyai nilai keindahan. Nirmana disebut juga ilmu tatarupa. Elemen –elemen seni rupa dapat dikelompokan menjadi 4 bagian berdasarkan bentuknya.
Titik, titik adalah suatu bentuk kecil yang tidak mempunyai dimensi. Raut titik yang paling umum adalah bundaran sederhana, mampat, tak bersudut dan tanpa arah.
Garis, garis adalah suatu hasil goresan nyata dan batas limit suatu benda, ruang, rangkaian masa dan warna.
Bidang, bidang adalah suatu bentuk pipih tanpa ketebalan, mempunyai dimensi pajang, lebar dan luas; mempunyai kedudukan, arah dan dibatasi oleh garis.
Gempal, gempal adalah bentuk bidang yang mempunyai dimensi ketebalan dan kedalaman.

Penyusunan merupakan suatu proses pengaturan atau disebut juga komposisi dari bentuk-bentuk menjadi satu susunan yang baik. Ada beberapa aturan yang perlu digunakan untuk menyusun bentuk-bentuk tersebut. Walaupun penerapan prinsip-prinsip penyusunan tidak bersifat mutlak, namun karya seni yang tercipta harus layak disebut karya yang baik. Perlu diketahui bahwa prinsip-prinsip ini bersifat subyektif terhadap penciptanya.

Dalam ilmu desain grafis, selain prinsip-prinsip diatas ada beberapa prinsip utama untuk tujuan komunikasi dari sebuah karya desain.
Ruang Kosong (White Space)

Ruang kosong dimaksudkan agar karya tidak terlalu padat dalam penempatannya pada sebuah bidang dan menjadikan sebuah obyek menjadi dominan.
Kejelasan (Clarity)

Kejelasan atau clarity mempengaruhi penafsiran penonton akan sebuah karya. Bagaimana sebuah karya tersebut dapat mudah dimengerti dan tidak menimbulkan ambigu/ makna ganda.
Kesederhanaan (Simplicity)

Kesederhanaan menuntut penciptaan karya yang tidak lebih dan tidak kurang. Kesederhanaan seing juga diartikan tepat dan tidak berlebihan. Pencapaian kesederhanaan mendorong penikmat untuk menatap lama dan tidak merasa jenuh.


Emphasis (Point of Interest)

Emphasis atau disebut juga pusat perhatian, merupakan pengembangan dominasi yang bertujuan untuk menonjolkan salah satu unsur sebagai pusat perhatian sehingga mencapai nilai artistic.


Prinsip – prinsip dasar seni rupa
Kesatuan (Unity)


Kesatuan merupakan salah satu prinsip dasar tata rupa yang sangat penting. Tidak adanya kesatuan dalam sebuah karya rupa akan membuat karya tersebut terlihat cerai-berai, kacau-balau yang mengakibatkan karya tersebut tidak nyaman dipandang. Prinsip ini sesungguhnya adalah prinsip hubungan. Jika salah satu atau beberapa unsur rupa mempunyai hubungan (warna, raut, arah, dll), maka kesatuan telah tercapai. 

Keseimbangan (Balance)

Karya seni dan desain harus memiliki keseimbangan agar nyaman dipandang dan tidak membuat gelisah. Seperti halnya jika kita melihat pohon atau bangunan yang akan roboh, kita measa tidak nyaman dan cenderung gelisah. Keseimbangan adalah keadaan yang dialami oleh suatu benda jika semua dayan yang bekerja saling meniadakan. Dalam bidang seni keseimbangan ini tidak dapat diukur tapi dapat dirasakan, yaitu suatu keadaan dimana semua bagian dalam sebuah karya tidak ada yang saling membebani. 


Proporsi (Proportion)

Proporsi termasuk prinsip dasar tata rupa untuk memperoleh keserasian. Untuk memperoleh keserasian dalam sebuah karya diperlukan perbandingan –perbandingan yang tepat. Pada dasarnya proporsi adalah perbandingan matematis dalam sebuah bidang. Proporsi Agung (The Golden Mean) adalah proporsi yang paling populer dan dipakai hingga saat ini dalam karya seni rupa hingga karya arsitektur. Proporsi ini menggunakan deret bilangan Fibonacci yang mempunyai perbandingan 1:1,618, sering juga dipakai 8 : 13. Konon proporsi ini adalah perbandingan yang ditemukan di benda-benda alam termasuk struktur ukuran tubuh manusia sehingga dianggap proporsi yang diturunkan oleh Tuhan sendiri. Dalam bidang desain proporsi ini dapat kita lihat dalam perbandingan ukuran kertas dan layout halaman. 


Irama (Rhythm)

Irama adalah pengulangan gerak yang teratur dan terus menerus. Dalam bentuk –bentuk alam bisa kita ambil contoh pengulangan gerak pada ombak laut, barisan semut, gerak dedaunan, dan lain-lain. Prinsip irama sesungguhnya adalah hubungan pengulangan dari bentuk –bentuk unsur rupa.


Dominasi (Domination)

Dominasi merupakan salah satu prinsip dasar tatarupa yang harus ada dalam karya seni dan deisan. Dominasi berasal dari kata Dominance yang berarti keunggulan . Sifat unggul dan istimewa ini akan menjadikan suatu unsure sebagai penarik dan pusat perhatian. Dalam dunia desain, dominasi sering juga disebut Center of Interest, Focal Point dan Eye Catcher. Dominasi mempunyai bebrapa tujuan yaitu utnuk menarik perhatian, menghilangkan kebosanan dan untuk memecah keberaturan.

Nirmana

Unsur Rupa Garis

Sebagai unsur visual, garis memiliki pengertian:

1. Tanda atau markah yang memanjang yang membekas pada suatu permukaan dan mempunyai arah.

2. Batas suatu bidang atau permukaan, bentuk, atau warna.

3. Sifat atau kualitas yang melekat pada objek lanjar/memanjang.

Dalam pengertian yang pertama, garis merupakan garis grafis (berbentuk gambar) dan benar-benar nyata, bersifat konkret. Contohnya adalah garis yang terbentuk karena goresan tinta, spidol, pensil, kapur, cat dan lain-lain. Garis yang konkret atau nyata, bentuk dan penampilannya dapat bermacam-macam, tergantung alat yang digunakan dan permukaan yang menerimanya. Ia dapat berpenampilan halus dan rata, bergerigi, berbonggol, terputus-putus, berpangkal dan berujung tumpul atau runcing dan sebagainya.

Dalam pengertian yang kedua dan ketiga, garis lebih bersifat konsep, karena hanya dapat dirasakan keberadaannya. Misalnya garis yang dapat kita rasakan karena pertemuan dua buah permukaan atau bidang warna, batas keliling suatu bentuk, atau sifat memanjang pada seutas tali, kawat, jeruji dan sebagainya.

Karakteristik utama sebuah garis adalah dimensi memanjangnya, meski pada garis pendek dan memiliki ketebalan seklipun. Dimensi lebar dan ketebalannya umumnya tidak terlalu diperhitungkan dibandingkan dengan dimensi panjangnya. Sekalipun garis dapat ditampilkan tebal atau tipis, panjang atau pendek, pada dasarnya ukuran garis adalah nisbi, karena bergantung pada arah, kedudukan, dan dalam hubungan dengan unsur-unsur lainnya. Potensi garis yang menonjol ialah dapat menyarankan massa bentuk, menyatakan irama dan gerakan-gerakan, serta membentuk kontur, yakni garis tepi yang mengelilingi bentuk.

Ditinjau dari segi jenisnya, terdapat garis lurus, garis lengkung, dan garis tekuk atau zigzag. Garis lurus berkesan tegas dan lancar, memiliki arah yang jelas ke arah pangkal atau ujungnya. Garis lengkung, baik lengkung tunggal maupun lengkung ganda berkesan lembut, kewanitaan, dan luwes, seakan bergerak lamban, berkelok arahnya. Garis tekuk atau zigzag seakan bergerak meliuk-liuk berganti arah atau tak menentu arahnya. Penampilannya membentuk sudut-sudut atau tikungan-tikungan yang tajam, terkadang terkesan tegar dan tegang. 

Dari segi arah, dikenal garis tegak, garis datar, dan garis serong. Garis tegak penampilannya berkesan kokoh, memilki vitalitas yang kuat. Garis datar memilki kesan tenang dan mantap, meluas, sedangkan garis serong atau miring berkesan limbung, goyah, bergerak, dan giat.

Dengan demikian, garis memiliki kesan atau sifat yang berbeda-beda,bergantung pada arah dan jenis serta dimensinya. Selain itu sifat garis dapat ditentukan oleh alat dan bahan yang digunakan, permukaan tempat garis itu diciptakan, dan karakter pembuat garis yang bersangkutan.




Unsur Rupa Raut

Istilah raut dipakai untuk menterjemahkan kata shape, dalam bahasa Inggris. Istilah itu sering dipadankan dan dikacaukan dengan kata bangun, bidang, atau bentuk. Dalam kamus, bangun berarti bentuk, rupa, wajah, perawakan. Selain itu juga berarti bangkit, berdiri, dan struktur atau susunan. Sedangkan kata bidang berarti permukaan rata dan tentu batasnya.

Bidang hanya mengandung pengertian luas, karena itu dipahami sebagai sesuatu yang pipih, sedangkan kata raut atau bangun dapat pula menunjuk pada sesuatu yang menggumpal, padat, dan sintal. Istilah bentuk (Inggris: form), dalam seni rupa dipakai sebagai istilah yang memiliki pengertian keseluruhan unsur-unsur yang membangun terjadinya bentuk itu sehingga terwujud. Bentuk dapat dikenali dari berbagai segi. Dari ukuran dan corak permukaannya, garisnya, warnanya, rautnya, dan lain-lain.

Unsur rupa raut adalah pengenal bentuk yang utama. Sebuah bentuk dapat dikenal dari rautnya, apakah sebagai bangun yang pipih, datar, menggumpal, padat, berongga atau bervolume, lonjong, bulat, persegi dan sebagainya. Raut dapat ditampilkan dengan kontur.

Dengan demikian, raut dapat dipandang sebagai perwujudan yang dikelilingi oleh kontur, baik untuk menyatakan sesuatu yang pipih dan datar, seperti pada bidang, maupun yang padat bervolume, seperti pada gumpal atau gempal (mass). Tetapi raut juga dapat terbentuk oleh sapuan-sapuan bidang warna.

Dari segi perwujudannya, raut dapat dibedakan menjadi:
Raut geometris
Raut Organis
Raut bersudut banyak
Raut tak beraturan


Raut geometris adalah raut yang dibatasi oleh garis lurus atau lengkung yang mekanis,seperti bangun-bangun yang terdapat dalam geometri atau ilmu ukur. Raut geometris yang terpokok adalah lingkaran, persegi, dan segitiga. Raut organis atau biomorfis, adalah raut yang bertepi lengkung bebas, sedangkan raut bersudut banyak memiliki banyak sudut, berkontur garis zigzag. Raut tak beraturan merupakan raut yang dibatasi oleh garis lurus dan lengkung tak beraturan boleh jadi karena tarikan tangan bebas, terjadi secara kebetulan, atau melalui proses khusus yang mungkin sulit dikendalikan, misalnya raut yang terbentuk karena tumpahan tinta, atau spuan bebas suatu warna.

Sebagaimana halnya dengan garis, raut memiliki dimensi, warna, arah, dan sifat permukaan. Dimensi terkecil sebuah raut akan tampak sebagai noktah atau titik dalam bidang gambar. Sementara warnanya dapat mempengaruhi kesan besaran raut. Selanjutnya, arah atau kedudukan raut dalam bidang gambar dapat tegak, miring, atau mendatar. Letaknya dapat di tengah, pinggir kanan atau kiri, di atas atau di bawah dalam ruang gambar. Bagian ruang gambar yang ditempati raut disebut raut negatif, sedangkan rautnya sendiri merupakan raut positif. Raut dapat berwarna, polos, atau bercorak.

Setiap jenis raut memiliki karakter dan kesan masing-masing. Raut lingkaran berkesan diam memusat. Raut persegi berkarakter tenamg, tampil utuh dan stabil, jika bertumpu pada salah satu sisinya. Raut segitiga tampak terarah, dinamis, terlebih jika tidak bertumpu pada sisinya. Secara umum raut-raut geometris memberi kesan tegas, formal, dan mekanis. Sedangkan raut organis berkarakter lunak, lembek, lentur, dan bergerak bebas, seakan memberi kesan pertumbuhan.


Unsur Rupa Warna


Warna ialah kualitas rupa yang membedakan kedua obyek atau bentuk yang identik raut, ukuran , dan nilai gelap terangya. Warna berkaitan langsung dengan perasaan dan emosi, karena itu warna menjadi unsur penting dalam ungkapan seni rupa dan desain. Melalui bentuk kita dapat mengenali warna, sebaliknya kita mengenali bentuk dengan warna.

Warna yang kita cerap, sangat ditentukan oleh adanya pancaran cahaya. Warna benda-benda yang kita lihat sesungguhnya adalah pantula dari cahaya yang menimpanya, karena warna merupakan unsur cahaya. Warna yang bersumber dari cahaya disebut warna aditif. Contohnya adalah warna-wana yang dipancarkan oleh televisi dan sign lamp. Sedangkan warna-warna pada benda, dedaunan, tekstil, lukisan atau cat termasukwarna pigmen, yakni butiran-butiran halus pada warna. Warna –warna pigmen disebut warna subtraktif. Warna subtraktif ada yang bersifat bening (transparent), dan buram atau kedap (opaque) atau semu bening (semi transparent).

Warna, apakah sebagai warna cahaya maupun warna pigmen, telah banyak dikaji oleh para ahli dalam berbagai bidang ilmu. Di anataranya dalam Fisika, Kimia, Psikologi serta dalam Seni Rupa dan Desain. Tokoh-tokoh misalnya Newton, Maxwell, Goethe, Chevreul, Ives, Munsell, dan Josef Albers, terkenal sebagai pengkaji warna dengan berbagai teori yang diajukan.

Teori warna yang disusun berdasarkan kajian terhadap warna cahaya, dipelopori oleh Isac Newton (abad ke-17) dalam bidang Fisika, yang mengenalkan tujuh warna spektrum, sebagaimana pada warna bianglala. Herman von Helmholtz dan James Clerk Maxwell pada sekitar tahun 1790 mengemukakan teori warna pertama kali yang didasarkan pada teori warna cahaya. Warna-warna pokok warna cahaya adalah merah, hijau, dan biru. Warna-warna pokok disebut warna primer, yakni warna yang bebas dari unsur warna lain. Hasil percampurannya disebut warna sekunder, yakni warna kedua, dan warna tersier, yakni warna ketiga sebagai hasil percampuran yang mengandung ketiga warna pokok.

Tokoh-tokoh yang mempelajari warna pigmen antara lain ialah Le Blond (1731), Johann Wolfgang von Goethe (1810), M.E. Chevreul (1839), dan Charless Blanc (1873). Mereka umumnya mengemukakan tiga warna pokok (primer) yakni merah, kuning , dan biru. Goethe menempatkan ketiga warna pokok ini ke dala segitiga warna, Chevreul ke dalam lingkaran warna. Segitiga warna ialah sistem susunan warna berbentuk segitiga yang menggambarkan ketiga warna primer dan campurannya menjadi warna sekunder dan tersier. Lingkaran warna atau roda warna merupakan sistem susunan warna yang menggambarkan penempatan dan urutan warna-warna di sekeliling lingkaran , dengan warna-warna primer, sekunder dan warna-warna selang, (intermediate colour), yakni warna-warna di antara warna primer dan sekunder. Warna-warna yang mengandung rona merah, jingga dan kuning pada belahan lingkaran warnadisebut kelompok warna panas (warm colour), sedangkan warna-warna yang mengandung rona biru, hijau dan ungu di belahan lainnya disebut warna dingin (cool colour). Sepasang warna yang berhadapan dalam lingkaran warna merupakan warna pelengkap atau warna komplementer (complementary colour).

Charles Blanc mengajukan teori lingkaran warna yang berbentuk bintang segienam, yang kemudian berpengaruh pada seniman-seniman lukis impresionis kala itu. Tokoh yang berikutnya ialah Herbert E Ives (1900-an) yang menemukan sistem pencampuran warna. Ia mendapatkan bahwa warna merah sebenarnya dapat dibentuk dari campuran magenta (merah dewangga) dengan kuning; sedangkan warna biru dari campuran cyan atau biru turquoise dengan magenta. Oleh karena itu yang menjadi warna primer adalah magenta kuning dan cyan, bukan merah, kuning dan biru.

Michel Jacobs (1923) disamping mengembangkan teori warna berdasar pada merah, hijau, dan ungu, ia juga mengenalkan percampuran visual atau percampuran optik, sebagaimana warna yang muncul dan tampak yang terjadi dari pendampingan bintik-bintik warna pada sistem cetak sparasi warna, atau pada lukisan pointilisme, selain percampuran fisik warna, seperti warna hijau yang terjadi karena percampuran warna kuning dan biru.

Ewald Hering (1870) menetapkan bahwa merah, hijau, kuning, dan biru tertentu merupakan warna tersendiri yang tidak ada hubungan campuran antara satu dengan yang lain. Warna-warna tersebut diperkirakan sampai lebih dulu ke mata kita (akibat gelombang cahaya yang ditangkap oleh mata) dan karena itu tampak lebih mencolok di samping warna-warna yang lain. Sejak itu para psikolog menerima lingkaran atau segiempat warna dengan 4 warna utama tersebut

Albert H. Munsell (189 mengemukakan 5 warna yang memiliki kedudukan sama sebagai warna utama, yakni merah, kuning, hijau, biru dan ungu. Lingkaran warna yang disusunnya terdiri dari sepuluh warna, lima warna diantaranya sebagai intermediate colour, yakni merah-kuning, kuning-hijau, biru-hijau, biru-ungu, dan merah-ungu. Selama ini hitam dan putih belum disebut-sebut dalam kajian terhadap warna. Dalam teori warna cahaya, hitam dan putih tidak digolongkan (akromatik), karena hitam menunjukkan tidak adanya cahaya (gelap), sedangkan putih adalah terang, sebagai persilangan semua warna cahaya (ingat lingkaran warna dan penguraian cahaya matahari melalui kaca prisma yang dilakukan oleh Newton). Dalam teori warna pigmen, hitam dan putih serta abu-abu sebagai percampurannya disebut warna netral. Bagaimanapun hitam dan putih serta abu-abu sebagai warna akromatik ataupun warna netral, memiliki hubungan dengan warna-warna Tetapi yang menarik dari apa yang dikemukakan Munsell ialah mengenai dimensi warna. Dimensi warna yang dikemukakan oleh Munsell yakni: hue, value dan chrome. Hue ialah rona, yakni jenis dan nama warna. Kesepuluh jenis warna pada lingkaran warna Munsell adalah rona warna. Value menunjuk pada nilai gelap terangnya warna, dan akibat hubungan warna hitam dengan warna putih. Warna-warna yang menjadi terang dan memucat karena campuran putih, misalnya merah dadu, kuning gading, disebut tint; kemudian warna-warna redup dan gelap dari campuran suatu warna dengan hitam disebut shade, sedangkan campuran rona warna dengan abu-abu yang menjadi warna-warna kusam dan redup disebut tone. Munsell membagi value menjadi sebelas tingkat, dari hitam sampai putih. Dimensi ketiga yakni chrome atau disebut juga intensity, menunjuk pada cerah kusamnya warna karna daya pancar suatu warna. Warna-warna dengan intensitas penuh tampak sangat mencolok, seperti pada warna-warna fluerescent.

Jika Munsell mendasarkan sistem warnanya pada hue, value, dan intensity, Wilhem Ostwald (1916) membuat system notasi warna berdasarkan hue, hitam dan putih. Diagram warnanya berbentuk setangkup kerucut. Kutub atas (puncak kerucut atas) untuk putih, dan kutub bawah (puncak kerucut bawah) untuk hitam. Value dibagi menjadi 8 tingkat, kemudian hue terdiri atas 24 warna, yakni kuning, oranye, merah, ungu, biru, biru turqoise, hijau laut, dan hijau daun, serat warna-warna campuran yang menjadi warna selangnya, tertata mengelilingi pertemuan dasar kerucut di tengah bagai katulistiwa. Sistem Munsell juga dapat disusun sebagai bola warna.

Sesungguhnya orang Jawa dan Bali juga memiliki ”sistem warna” yang didasarkan pada konsepsinya tentang warna. Sistem warna Jawa sesuai dengan konsep mancapat, yang menempatkan catur warna, yakni hitam, putih, merah, dan kuning dalam diagram mata angin utara, timur, selatan, dan barat sebagai warna utama. Di Bali dengan konsep nawasanga, dilengkapi dengan biru, merah dadu, jingga, dan hijau, berturut-turut sebagai warna antara di penjuru timur laut, tenggara, barat daya, dan barat laut.

Perbedaan budaya dapat mempengaruhi penafsiran dan perlambangan terhadap warna.Tetapi tes-tes psikologi tentang warna telah dilaporkan mengungkapkan berbagai kecenderungan. Secara psikologis warna-warna membangkitkan perasaan dan kesan tertentu, sesuai dengan sifatnya. Misalnya merah membangkitkan suasana dan rasa bergairah, aktif, dan gaya. Kuning berkesan menghangatkan, riang. Hijau menyarankan keteduhan, kesuburan, dan ketenangan. Ungu menimbulkan kesan keagungan, kemegahan. Biru berkesan tenang berwibawa, putih berasosiasi dengan kesucian dan kemurnian, hitam menyatakan berkabung, keabadian dan murung.


Unsur Rupa Tekstur


Tekstur (texture) atau barik, ialah sifat permukaan. Sifat permukaan dapat halus, polos, kasap, licin, mengkilap, berkerut, lunak, keras dan sebagainya. Setiap material atau bahan memiliki teksturnya masing-masing. Permukaan kulit kayu, batu atau marmer, kaca, tekstil, anayam bambu, dan lain-lain memiliki tekstur masing-masing yang khusus.

Kesan tekstur dicerap baik melalui indera penglihatan maupun rabaan. Atas dasar itu, tekstur dapat dibedakan menjadi tekstur visual dan tekstur taktil. Tekstur visual merupakan jenis tekstur yang dicerap oleh penglihatan, walaupun dapat pula membangkitkan pengalaman raba. Tekstur visual hanya pada bentuk dwimatra. Dan terdiri atas tiga macam, yakni:

1. Tekstur hias

2. Tekstur spontan

3. Tekstur mekanis


Tekstur hias merupakan tekstur yang menghiasi permukaan bidang dan merupakan isian tambahan yang dapat dibuang tanpa menghilangkan identitas bidangnya. Isian tambahan yang menghiasi itu dapat berupa titik-titik yang ditebarkan atau arsir garis rapat-rapat, atau motif-motif lain, pada seluruh permukaan sebuah bidang atau raut. Jadi, jikakemudian arsir yang merupakan isian tambahan itu dibuang, bentuk bidang tetap ada, polos seperti semula.

Tekstur spontan ialah jenis tekstur yang dihasilkan sebagai bagian dari proses penciptaan, sehingga meninggalkan jejak-jejak yang terjadi secara serta merta (spontan), akibat dari penggunaan alat, bahan, dan teknik-teknik tertentu. Tekstur spontan dihasilkan sekaligus dengan bentuk rautnya. Jadi, dalam hal ini antara tekstur dan bentuk raut tak dapat dipisahkan. Jika bentuk raut dihilangkan, teksturnya akan hilang, demikian sebaliknya. Untuk menciptakan tekstur spontan, dapat dilakukan melalui proses menggores, memerciki, melumuri, menggarut, mengerok cat pada permukaan yang digambari atau dilukisi.

Tekstur mekanis merupakan tekstur yang diperoleh dengan menggunakan sarana mekanis. Yang dimaksud bukan tekstur yang dibuat dengan alat-alat gambar mistar, melainkan misalnya pada tekstur yang dihasilkan oleh butir-butir raster pada karya cetak, lettra-tones, maupun pada lukisan komputer.

Tekstur taktil merupakan sejenis tekstur yang tidak saja dapat dirasakan dengan cara melihatnya, tetapi juga dengan rabaan tangan. Kesan yang dapat dirasakan timbul karena permukaan bahan yang beragam. Misalnya kita dapat merasakan perbedaan kesan rabaan antara kain beludru dengan karung goni. Tidak selamanya kesan yang ditimbulkan oleh suatu tekstur memperoleh hasil yang sama bila dilihat dan diraba. Adakalanya sebuah tekstur nampak halus jika dilihat dengan mata, tetapi berkesan kasar apabila diraba, demikian pula sebaliknya. Atas dasar itu kemudian dibedakan antar tekstur nyata dengan tekstur semu. Tekstur nyata atau disebut juga tekstur aktual menunjukkan adanya kesamaan antara kesan yang diperoleh dari hasil penglihatan dan rabaan.

Sebagai salah satu unsur rupa, tekstur dipilih oleh perupa atau perancang sebagai bentuk ungkapan, baik tekstur alami, tekstur alami terubah, maupun tekstur buatan dan hasil teknologi. Setiap bahan dapat diolah dengan cara khusus sehingga diperoleh tekstur baru. Misalnya pada papan kayu yang diukir, permukaan logam yang dipukuli dengan palu, rekatan kain atau kertas yang berkerut pada triplek, kain kanvas yang ditaburi pasir, dan sebagainya. Terpaan cahaya pada permukaan seringkali mempertegas tekstur taktil dan menampilkan daya tarik tersendiri. Setiap penampilan tekstur menyiratkan sifatnya masing-masing. Ia bisa lembut, kasar, mewah, kusam, keras, lunak, dan lain-lain.


Unsur Rupa Gelap Terang

Unsur rupa gelap terang juga disebut nada. Ada pula yang menyebutnya unsur rupa cahaya. Cahaya yang berasal dari matahari selalu berubah-ubah derajat intensitasnya, maupun sudut jatuhnya. Cahaya menghasilkan bayangan dengan keanekaragaman kepekatannya, serta menerpa pada bagian benda-benda sehingga tampak terang. Ungkapan gelap terang sebagai hubungan pencahayaan dengan bayangan dinyatakan dengan gradasi mulai dari yang paling putih untuk menyatakan yang sangat terang sampai yang paling hitam untuk menyatakan sangat gelap.

Dalam hubungannya dengan warna, sesungguhnya unsur rupa gelap terang telah terkait pada dimensi value. Banyaknya tingkatan dari yang paling terang dari yang putih sampai pada yang hitam gelap sesungguhnya amat relative bahkan mungkin tak terhitung. Hal ini sangat bergantung pada intensitas cahaya dan warna objeknya. Telah disinggung di muka, bahwa Munsell telah membagi tingkat-tingkat gelap terang menjadi 11 tingkat. Tingkat yang terendah terletak pada skala 0 ialah hitam, sedangkan tingkat yang paling tinggi ialah putih, yang terletak pada skala 10. Ostwald membagi tingkatan gelap terang menjadi 8 tingkat. Warna kuning terasa lebih terang mendekati putih daripada warna ungu gelap yang kea rah hitam.

Penggunaan unsur gelap terang yang paling kontras adalah pada karya desain hitam putih. Teknik gelap terang yang bergradasi halus untuk menyatakan sinar dan bayangan dalam seni lukis dikenal dengan sebutan chiaroscuro (baca: kiaroskuro)

Unsur rupa gelap terang dimanfaatkan untuk nenerapa kepentingan, antara lain:

1. Memperkuat kesan trimatra suatu bentuk

2. Mengilusikan kedalaman atau ruang

3. Menciptakan kontras atau suasana tertentu.



Unsur Rupa Ruang

Unsur rupa ruang lebih mudah dirasakan daripada dilihat. Kita bergerak, berpindah, dan berputar dalam ruang. Setiap sosok bentuk menempati ruang. Jadi, ruang adalah unsur atau daerah yang mengelilingi sosok bentuknya. Ruang sesungguhnya tak terbatas, dapat kosong, sebagian terisi, atau dapat pula penuh padat terisi. Bentuk dan ukuran ruang baru dapat disadari dan dikenali justru setelah ada sosok atau bentuk yang bengisinya atau terdapat unsur yang melingkupinya.

Dalam desain dwimatra atau bentuk dua dimensi, ruang bersifat maya, karena itu disebut ruang maya. Ruang maya dapat bersifat pipih, datar dan rata, atau seolah jeluk, berkesan trimatra, terdapat kesan jauh dan dekat, yang lazim disebut kedalaman (depth). Krdalaman merupakan ruang ilusif, bukan ruang nyata, sebagaimana ruang yang kita rasakan dalam cermin. Ruang nyata dapat ditempati benda dan bersifat trimatra.

Ruang dalam desain dwimatra umumnya dibatasi oleh garis bingkai yang membentuk bidang persegi atau persegipanjang, walaupun dapat dengan bentuk lain. Bidang tempat ruang itu dibatasi, umumnya disebut ruang gambar. Dalam hal tidak dibatasi, misalnya halaman sebuah terbitan yang menjadi ruangnya ialah seluruh muka halaman itu. Bidang gambar dengan sendirinya merupakan ruang tempat unsur-unsur rupa ditata dan dipadukan.

Setiap diisikan unsur rupa, misalnya raut, bentuk dan ukuran ruang berubah. Raut menjadi sosoknya, dan ruang menjadi latarnya. Ruang yang berperan sebagai latar juga dapat dipandang sebagai raut negatif, sedangkan sosoknya yang mengisi ruang, merupakan raut positif. Sebaliknya, ruang yang terisi disebut ruang negatif, sedangkan yang kosong merupakan ruang positif.

Bentuk raut dan bentuk ruang memiliki hubungan timbal balik. Hubungan ruang dan raut sebagai latar dan sosok dapat berubah-ubah atau saling bergantian pada karya desain hitam putih yang taksa.

Selain ruang positif dan ruang negatif, yang menarik dalam bentuk dwimatra, ialah ruang taksa dan ruang yang mustahil. Ruang taksa merupakan ruang semu, ilusif, yang dapat menggambarkan ruang yang bermakna ganda, sebagaimana telah disinggung di atas, karena tidak ada cara yang pasti untuk menafsirkannya. Selain ketaksaan ruang yang dapat ditafsirkan ganda, terdap[at pula penciptaan ruang yang menyajikan situasi ruang yang mustahil karena tidak mungkin ada dalam kenyataan, meskipun benar-benar dirasakan adanya kesan ruang itu. Kemustahilan situasi ruang menyajikan konflik pada pengalaman penglihatan dan membangkitkan tegangan penglihatan, serta memberi kemungkinan daya tarik yang dapat dimanfaatkan oleh perupa.

Kesan kedalam ruang dapat dicapai melalui berbagai cara, antara lain:

Melalui penggambaran gempal

2. Penggunaan perspektif

3. Peralihan warna, gelap terang, dan tekstur

4. Pergantian ukuran

5. Penggambaran bidang bertindih

6. Pergantian tampak bidang

7. Pelengkungan atau pembelokan bidang, dan

8. Penambahan bayang-bayang.


Prinsip-prinsip Desain


1. Prinsip Kesatuan

Kesatuan (unity) merupakan prinsip pengorganisasian unsur rupa yang paling mendasar. Tujuan akhir dari penerapa prinsip-prinsip desain yang lain, seperti keseimbangan, kesebandingan,irama, dan yang lainnya adalah untuk mewujudkan kesatuan yang padu atau keseutuhan. Prinsip kesatuan hendaknya tidak dilihat setara dengan prinsip-prinsip yang lain, karena sesungguhnya kesatuan diperoleh dengan terpenuhinya prinsip-prinsip yang lain. Karena itu kesatuan merupakan prinsip desain yang paling menentukan, sebagai prinsip induk yang membawakan prinsip-prinsip lainnya. Tidak adanya kesatuan dalam suatu tatanan mengakibatkan kekacauan, ruwet, atau cerai berai tak terkoordinasi. Kekacauan yang dapat mengganggu kenyamanan dan mengganggu keindahan selalu dihindari dalam suatu tatanan bentuk atau desain yang bernilai.

Nilai kesatuan dalam suatu bentuk bukan ditentukan oleh jumlah bagian-bagiannya. Kesatuan bukan sekedar kuantitas bagian, melainkan lebih menunjuk pada kualitas hubungan bagian-bagian. Dengan kata lain, dalam kesatuan terdapat pertalian yang erat antar unsur-unsurnya sehingga tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, serta tidak perlu adanya penambahan lagi maupun pengurangan dari padanya. Kehadiran suatu bagian ditentukan oleh bagian yang lain, bagian-bagian yang saling mendukung, membentuk satu kebulatan utuh (totalitas) dalam mencapai tujuan atau makna tertentu.

Dalam kaitan ini, apa yang ditemukan dalam bidang psikologi, khususnya yang berkaitan dengan pengamatan atau persepsi, terdapat sejumlah hukum-hukum Gestalt yang menunjuk pada faktor-faktor yang mempengaruhi totalitas. Hukum Gestalt ini menentukan suatu pola atau asas yang merupakan syarat-syarat atas pengamatan suatu totalitas, yakni adanya hubungan-hubungan dalam suatu keseluruhan yang utuh dari hasil pengamatan visual. Hukum atau asas dimaksud antara lain:

a. Hukum kedekatan

b. Hukum kesamaan

c. Hukum bentuk closure

d. Hukum kesinambungan, dan

e. Hukum gerak bersama


2. Prinsip Keserasian

Keserasian (harmony) merupakan prinsip desain yang mempertimbangkan keselarasan dan keserasian antar bagian dalam suatu keseluruhan sehingga cocok satu dengan yang lain, serta terdapat keterpaduan yang tidak saling bertentangan. Susunan yang harmonis menunjukkan menunjukkan adanya keserasian dalam bentuk raut dan garis, ukuran, warna-warna dan tekstur. Semuanya berada pada kesatupaduan untuk memperoleh satu tujuan atau makna.

Menurut Graves (1951) keserasian mencakup dua jenis, yakni keserasian fungsi dan keserasian bentuk. Keserasian fungsi menunjukkan adanya kesesuaian di antara obyek-obyek yang berbeda, karena berada dalam hubungan simbol, atau karena adanya hubungan fungsi. Antara burung hantu dan buku misalnya, dalam kebudayaan masyarakat tertentu memiliki hubungan simbol. Keduanya merupakan obyek yang berbeda baik bentuk, warna, tekstur, dan lain-lain, tetapi karena keduanya berada dalam hubungan simbol, maka dipandang memiliki perpaduan yang serasi. Sudah barang tentu suatu simbol hanya dapat dipahami dan dirasakan oleh masyarakat yang menggunakan simbol itu, sesuai dengan latar belakang budaya yang dimilikinya. 

Adanya hubungan fungsi pada beberapa obyek yang berbeda juga dapat dirasakan adanya keserasian di antara obyek-obyek itu. Tempat sampah, sapu, dan ember, misalnya karena memiliki hubungan fungsi, menjadi tampak serasi meskipun bentuk dan warnanya kontras satu dengan yang lain. Bandingkan misalnya, jika sapu, piring, dan burung dipadukan dalam suatu susunan.

Keserasian bentuk merupakan jenis keserasian karena adanya kesesuaian raut, ukuran, warna, tekstur, dan aspek-aspek bentuk lainnya. Untuk mencapai keserasian bentuk, dapat diperoleh dengan cara memadukan unsur-unsur secara berulang, memadukan unsur-unsur yang memiliki kemiripan, atau memadukan unsur-unsur yang berbeda tetapi terdapat unsur yang mengikat agar perbedaan yang ada tidak tampak bertentangan. Kehadiran unsur pengikat itu menghubungkan kedua unsur yang berbeda, sehingga terdapat hubungan yang bersifat gradual atau beralih. Sebagaimana halnya pada irama yang berulang, keteraturan yang sangat tertib dan seragam dapat menimbulkan kejemuan meskipun berada dalam kesatuan yang utuh. Untuk menghindari hal itu ditempuh variasi, agar keserasian yang didapatkan tampak lebih menarik dan hidup. Agaknya, paduan unsur-unsur yang memiliki kemiripan, baik bentuk raut, tekstur, dan warnanya merupakan kunci penting untuk memberi peluang yang besar akan tercapainya keserasian yang baik.

3. Prinsip Irama

Irama (rhythm) merupakan pengaturan unsur atau unsur-unsur rupa secara berulang dan berkelanjutan, sehingga bentuk yang tercipta memiliki kesatuan arah dan gerak yang membangkitkan keterpaduan bagian-bagiannya. Perulangan yang teratur itu dapat berupa jarak bagian-bagian, raut, warna, ukuran, dan arah yang ditata. Terulangnya sesuatu secara teratur memberi kesan keterkaitan peristiwa, oleh hukum, sesuatu yang ditaati, sesuatu yang berdisiplin (Djelantk, 1999). Oleh karena itu irama mempunyai sifat memperkuat kesatuan dsan keseutuhan.

Dalam kehidupan biologis makhluk di dunia juga banyak yang berirama (ritmis), misalnya pernafasan, denyut jantung, musim berbunga atau berbuah pada tumbuh-tumbuhan yang terjadi secara teratur. Irama yang terlalu tetap dapat menjemukan. Agar suatu irama tidak berkesan monotone (kesenadaan) dan menjemukan, diperlukan adanya peragaman (variasi) dan kontras (contrast), yakni membuat perbedaan secara nyata.

Irama dapat diperoleh dengan beberapa cara, yakni (1) repetitif, (2) alternatif, dan (3) progresif. Feldman (1967) menambahkan dengan jenis irama flowing. Irama repetitif atau irama yang diperoleh secara berulang, menghasilkan irama total yang sangat tertib, monotone dan menjemukan, sebagai akibat pengaturan unsur-unsur yang sama baik bentuk, ukuran, dan warnanya. Bahkan pula corak, arah, jarak, dan kedudukan unsur-unsurnya. Tetapi perulangan dapat dilakukan sebagian, bukan total, sehingga lebih terasa tidak menjemukan. Irama alternatif merupakan irama yang tercipta dengan cara perulangan unsur-unsur rupa secara bergantian; misalnya pengaturan silih berganti antara garis tegak dengan raut lingkaran, antara raut persegi dengan raut bulat, dan sebagainya. Bentuk irama ini lebih menarik bila dibandingkan dengan irama repetitif yang sering tampak membosankan.

Selanjutnya, irama progresif menunjukkan perulangan dalam perubahan dan perkembangan secara berangsur-angsur atau bertingkat. Bentuk irama ini lebih tampak giat, terdapat dinamika, karena perkembangan unsur-unsurnya tidak selamanya tetap. Yang terakhir ialah irama flowing, yakni irama mengalun, suatu bentuk irama yang terjadi karena pengaturan garis-garis berombak, berkelok, dan mengalir berkesinambungan (kontinyu). Terrasering pada sawah di punggung bukit, atau stream line pada raut karya patung yang organis, dapat membangkitkan perasaan irama flowing.

4. Prinsip Dominasi

Dominasi adalah pengaturan peran atau penonjolan bagian lainnya dalam keseluruhan. Dengan peran yang menonjol pada bagian itu maka terjadi pusat perhatian (centre of interest) dan merupakan tekanan (emphasis), karena itu menjadi bagian yang penting dan yang diutamakan. Bagian yang tidak mengambil peran disebut subordinasi. Faulkner, (1966) menyebut prinsip dominasi dengan emphasize, dan De Witt Parker dengan prinsip hierarchy. Dengan adanya dominasi, unsur-unsur tidak akan tampil seragam, setara, atau sama kuat, sehingga saling berebut meminta perhatian, dan tidak saling memisahkan diri melainkan justru memperkuat keseutuhan dan kesatuan bentuk.

Cara-cara untuk memperoleh dominasi ialah dengan melalui: (1) pengelompokkan bagian, (2) pengaturan arah, (3) kontras atau perbedaan, dan (4) perkecualian. Pengaturan bagian dengan cara mengelompokkan unsur-unsur sehingga tampak menggerombol berdekatan sedangkan di bagian lain tidak, dapat membuat bagian itu mejadi pusat perhatiannya. Demikian pula unsur-unsur dapat ditempatkan dan diatur arahnya sedemikian rupa, sehingga mengantarkan perhatian ke bagian tertentu yang menjadi dominasinya. 

Perbedaan ukuran raut, corak dan warna dalam suatu susunan dapat menciptakan tekanan atau bagian yang diutamakan. Ukuran unsur rupa yang paling besar di antara unsur-unsur lainnya yang lebih kecil akan menjadi pusat perhatian, demikian pula sebaliknya. Raut lingkaran yang berbeda di antara raut-raut yang organis akan tampak berbeda dan menjadi pusat perhatian. Demikian pula bidang merah terang akan tampak menonjol di antara bidang-bidang lain yang berwarna gelap. Pengaturan kontras akan menjadi daya tarik dalam sebuah komposisi yang hidup.

Dominasi dengan perkecualian menunjuk pada cara membuat bagian yang menonjol karena bagian itu paling lain atau menyimpang dari kesamaan umum. Pengaturan kedudukan raut persegi yang miring di antara raut-raut persegi lainnya akan tampak sebagai perkecualian. Dengan adanya dominasi, perulangan yang seragam akan terhindar dari irama yang menjemukan. Dominasi membuat kejutan sehingga menarik perhatian. Di bagian inilah kekuatan atau intensitas dan makna karya sangat ditentukan.


5. Prinsip Keseimbangan

Keseimbangan (balance) merupakan prinsip desain yang berkaitan dengan pengaturan ”bobot” akibat ”gaya berat” dan letak kedudukan bagian-bagian, sehingga susunan dalam keadaan seimbang. Tidak adanya keseimbangan dalam suatu komposisi, akan membuat perasaan tak tenang dan keseutuhan komposisi akan terganggu, sebaliknya, keseimbangan yang baik memberikan perasaan tenang dan menarik, serta menjaga keutuhan komposisi.

Keseimbangan dalam komposisi dwimatra merupakan pengaturan bobot visual, sedangkan dalam komposisi trimatra, tidak saja pengaturan bobot visual, melainkan juga pengaturan bobot aktual, akibat material yang digunakan dan pengaruh gravitasi.

Pengaturan bobot visual ditentukan oleh letak atau kedudukan, ukuran, kualitas warna, bentuk serta jumlah bagian-bagian dalam suatu komposisi. Semakin jauh letak bagian ke arah pinggir bidang gambar, semakin tampak berat bagian itu. Demikian pula semakin besar suatu bagian akan semakin tampak berat. Raut yang kedudukannya di bagian atas, tampak ringan melayang dibanding raut yang sama, bila diletakkan di bagian bawah. Bidang warna gelap tampil lebih berat daripada bidang warna terang yang lebih ringan. Sekelompok raut akan tampil lebih berat daripada satu buah raut saja. Sebuah raut yang amat menarik perhatian, mempengaruhi kesan berat yang berbeda dengan raut-raut lainnya. Beberapa bentuk keseimbangan dengan cara pengaturan berat-ringannya serta letak kedudukan bagian-bagian dapat dibedakan menjadi: (1) keseimbangan setangkup, (2) keseimbangan senjang, dan (3) keseimbangan memancar.

Keseimbangan setangkup (symetrical balance) dapat diperoleh bila bagian di belahan kiri dan kanan suatu susunan terdapat kesamaan atau kemiripan wujud, ukuran dan jarak penempatannya. Bentuk keseimbangan semacam ini disebut pula sebagai bentuk keseimbangan formal. Bentuk-bentuk di alam misalnya kupu-kupu, setangaki daun, sekuntum bunga, dan lain-lain menunjukkan keseimbangan setangkup.

Keseimbangan senjang (asymetrical balance) atau disebut juga keseimbangan informal, memiliki bagian yang tidak sama antara belahan kiri dan kanan tetapi tetap dalam keadaan tidak berat sebelah. Selain mempertimbangkan bobot, Feldman (1967) menyebut keseimbangan senjang dengan memamui perhatian dan kontras.

Keseimbangan memancar (radial balance) merupakan bentuk keseimbangan yang diperoleh melalui penempatan bagian-bagian susunan di seputar pusat sumbu gaya berat. Pada keseimbangan ini, unsur-unsur ditempatkan mengelilingi suatu daerah yang berada di tengah bidang gambar.

6. Prinsip Kesebandingan

Kesebandingan atau proporsi (proportion), bererti hubungan antar bagian atau antara bagian terhadap keseluruhannya. Pengaturan hubungan yang dimaksud, bertalian dengan ukuran, yakni besar kecilnya bagian, luas sempitnya bagian, panjang pendeknya bagian, atau tinggi rendahnya bagian. Selain itu kesebandingan juga menunjukkan pertautan ukuran antara suatu obyek atau bagian dengan bagian yang mengelilinginya. Tujuan pengaturan kesebandingan adalah agar dicapai kesesuaian dan keseimbangan sehingga diperoleh kesatuan yang memuaskan.

Istilah kesebandingan seting dikacaukan dengan skala. Skala lebih menunjuk pada pada pertalian ukuran dengan hal atau keadaan yang sebenarnya. Sedangkan proporsi tidak harus berkaitan dengan hubungan ukuran yang sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Dalam proporsi dapat dilakukan penyimpangan-penyimpangan, tetapi hubungan ukuran itu tetap menunjukkan hubungan yang serasi, misalnya pada bentuk-bentuk yang mengalami pemiuhan atau distorsi.

Kesan yang sebanding dalam suatu pengaturan unsur-unsur, sesungguhnya amat bertalian dengan kepekaan rasa di dalam membandingkan bagian-bagian, dan ditentukan oleh ukuran yang seimbang. Oleh karena itu keseimbangan suatu susunan dapat memberikan perasaan yang sebanding terhadap bagian-bagian atau kesekuruhannya.

Berbagai upaya untuk menempatkan hubungan ukuran yang dianggap paling memuaskan misalnya dengan membuat nisbah atau perbandingan (ratio) ukuran tertentu secara matematis. Estetika Yunani memandang bahwa keindahan dapat dicapai melalui keselarasan kesebandingan tertentu yang terukur. Bentuk kesebandingan ini dikenal dengan nama Golden section atau golden mean, yakni kesebandingan yang dianggap ideal. Kesebandingan ini diperoleh melalui penerapan dalil-dalil dan rumus matematik yang diwujudkan dalam bentuk nisbah tertentu. Kesebandingan golden section dirumuskan sebagai m : M = M : (m + M). Dalam hal ini m (minor) adalah ukuran bagian yang pendek, dan M (mayor) adalah ukuran yang panjang. Rumus itu juga dapat ditulis sebagai a / b = b / a + b. 

Jika kemudian rumus di atas dinyatakan dengan angka, akan menunjuk pada nisbah 1 : 1,618. Apabila angka-angka itu kemudian dibulatkan, maka diperoleh nisbah 5 : 8, 8 : 13, 13 : 21, dan seterusnya.

Kesebandingan golden section merupakan kesebandingan matematis. Serupa dengan golden section, bentuk kesebandingan yang juga bersifat matematis ialah kesetangkupan dinamis (dynamic symmetry). Kesetangkupan dinamis mendasarkan pada perhitungan dengan perbandingan bidang persegi panjang melalui persilangan garis yang tegak lurus terhadap diagonal persegi panjang itu, hingga memotong sisi panjangnya. Dengan cara itu terbentuklah persegi panjang baru yang sebangun, begitu seterusnya. Tentu saja ada kesebandingan yang tetap baik di luar kesebandingan geometris itu.

Bagaimanapun, pertimbangan aspek-aspek kualitas warna, letak, arah dan kedudukan unsur-unsur, serta keseimbangan susunannya, dapat menentukan kesebandingan yang baik.

1 komentar: